Dalam dunia perdagangan soal angkutan memegang peranan yang sangat vital: tidak hanya sebagai alat
fisik, alat yang harus membawa barang-barang yang diperdagangkan dari
produsen ke konsumen, tetapi juga alat penentu harga dari barang-barang
tersebut.
Tiap-tiap
pedagang selalu akan berusaha mendapat frekuensi angkutan yang kontinue
dan tinggi dengan biaya angkut yang rendah. Untuk semua ini diperlukan
peraturan-peraturan lalu-lintas baik di darat, di laut maupun di udara.
Peraturan-peraturan yang mengatur ketertiban dan keamanan, juga mengatur
hubungan keperdataan antara pedagang dan konsumen, pedagang satu sama
lain dan pedagang dengan para pengangkut barang-barang dagang tersebut.
Dalam makalah ini penulis akan membahas beberapa hal mengenai hukum
transportasi.
![](https://radarbless.files.wordpress.com/2010/07/1_padang_by_angkot__62_.jpg)
A. Pengertian
Masalah
hukum pengangkutan adalah bagian dari masalah hukum lalu-lintas yang
lebih mempunyai segi pemerintahan, sehingga tidak mengherankan bahwa di
dalamnya terdapat ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa(dwinged
recht). Juga dalam hubungan inilah kita harus meninjau adanya suatu
faktor yang penting dalam angkutan ialah ketentuan-ketentuan yang
bersifat monopolistis yang diatur secara undang-undang. Dengan cara ini
pembentuk undang-undang ingin menjaga agar persoalan yang menyangkut
seluruh kesejahteraan rakyat tidak terdapat penyalahgunaan kewenangan
yang dapat merugikan rakyat disamping alasan-alasan kenegaraan lain
seperti penjamin keamanan dan pertahanan dan lain sebagainya.
Bagi
perusahaan-perusahaan pengangkutan yang diselenggarakan oleh negara
sendiri dalam bentuk perusahaan negara maka ketentuan-ketentuan yuridis,
yang bersifat paksaan, hal ini semata-mata tergantung pada tinjauan
ekonomis kemasyarakatan yang menjadi tujuan pembentukan perusahaan
tersebut. Apabila perusahaan itu merupakan suatu publik utility sepenuhnya dengan tujuan pemberian jasa semata-mata yang biasanya terdapat dalam departement agency maka
kebebasan untuk menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku sedikit
sekali. Sebaliknya kebebasan ini lebih banyak dijumpai dalam perusahaan
yang merupakan suatu publik corporation, bahkan dalam perusahaan-perusahaan negara yang berstatus suatu publik company kebebasan dalam penentuan hukumnya mendekati kebebasan dari suatu perseroan terbatas yang berstatus swasta sama sekali.
Pengertian
Transportasi Menurut Para Ahli.
Menurut
Kamaludin (1987) dalam Romli (2008), Transportasi berasal darikata latin
tranpotare, dimana tran berarti seberang atau sebelah dan portare berarti
mengangkut atau membawa. Jadi tansportasi berarti mengangkut ataumembawa
(sesuatu) kesebelah lain atau dari satu tempat ke tempat lainnya.
Menurut
Tamin (1997), Transportasiadalah suatu sistem yang terdiri dari
prasarana/sarana dan sistem pelayanan yang memungkinkan adanya pergerakan
keseluruh wilayah sehingga terakomodasi mobilitas penduduk, dimungkinkan adanya
pergerakan barang, dan dimungkinkannya akses kesemua wilayah. Sedangkan fungsi
trasportasi menurut Morlok (1984) adalah untuk menggerakan ataumemindahkan
orang dan / atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan
system tertentu untuk tujuan tertentu.
B. Beberapa Ketentuan Umum Mengenai Pengangkutan
Ketentuan-ketentuan umum mengenai pengangkutan dalam KUH Dagang dapat dijumpai dalam:
a) Bagian
III titel 5 buku I pasal 91 sampai dengan 98 mengenai petugas
pengangkut serta juragan kapan yang berlayar di sungai-sungai dan
perairan kedalam.
b) Bagian II titel 5 buku I pasal 86 sampai dengan 90 mengenai kedudukan para “ekspeditur” sebagai pengusaha perantara.
Mengingat
bahwa hukum di Indonesia adalah konkordan dengan hukum yang berlaku di
negara Belanda, dimana persoalan pelayaran di sungai dan perairan
pedalaman perlu diatur secara khusus, maka tidak mengherankan bahwa
ketentuan-ketentuan tersebut juga dapat ditemukan di Indonesia. Dimana
persoalan sebenarnya sangat berlainan sekali, namun demikian dalam
pasal-pasal tersebut terdapat pengertian-pengertian dasar yang berguna
bagi pembahasan hukum pengangkutan, sedangkan kedudukan ekspeditur
sebagai pengusaha perantara mengingat kedudukannya yang erat hubungannya
dengan angkutan, dibahas pula dalam Bab ini. Seperti diketahui maka
dalam pengangkutan terdapat sebutan-sebutan bagi petugas pengangkutan
yang antara lain disebut:
a. Petugas
pengangkut (voerlui) adalah pihak pengangkutan yang bertugas dan
berkewajiban mengangkut dan bertanggung jawab terhadap semua kerugian
yang diderita dalam pengangkutan barang-barang, (pasal 91 KUH Dagang).
Apabila
mereka secara umum menawarkan jasanya kepada masyarakat dengan
syarat-syarat yang telah ditentukan, maka undang-undang menyebutnya
sebagai pengusaha pengangkutan umum (ondernemers van openbare rijtuigen
en vaartuigen) seperti sebutan yang dipergunakan dalam pasal 96 KUH
Dagang.
b. Pengusaha
perantara dengan sebutan ekspeditur yang tugasnya adalah memberi jasa
sebagai perantara dalam mengadakan persetujuan pengangkutan
barang-barang baik dari darat maupun di laut dengan menerima uang jasa
dan tidak menyelenggarakan pengangkutannya sendiri (pasal 86 sub 1 KUH
Dagang).
c. Dalam
praktek terdapat pula apa yang disebut sebagai pengusaha angkutan
(vervoer – atau transportondernemer) atau juga disebut transporteur
ialah pengusaha yang menerima pengangkutan tetapi menyerahkan
pengangkutannya kepada pihak lain.
Kebutuhan
akan pengusaha-pengusaha perantara dalam soal angkutan adalah hal yang
mudah dimengerti karena untuk ini diperlukan syarat-syarat pengetahuan
mengenai macam-macam alat angkutan/komunikasi di sampingnya pengetahuan
adsministratif mengenai pergudangan, clearance dan lain sebagainya
mengingat tugas tersebut merupakan tugas spesialisasi. Disamping
pengusaha-pengusaha perantara tersebut diatas, dalam praktek terdapat
pula:
a) Perusahaan-perusahaan
veem (veem-bedrijven) ialah perusahaan yang berkecimpung dalam bidang
“pemuatan dan pembongkaran” (in-en uitklaren) barang-barang, penyimpanan
dalam gudang dan pengiriman barang-barang yang harus diangkut dengan
kapal.
b) Kargadur (cargadoor) ialah makelar kapal, tengkulak muatan dan pembongkaran kapal.
Mengenai
hubungan hukum antara pihak pengirim dan pihak penerima terdapat
berbagai tanggapan hukum, antara lain tanggapan untuk memberikan
kedudukan kepada pihak pengirim sebagai pihak yang menerima perintah
(lasthebber) atau kuasa hukum (zaakwaarnemer) dari pihak penerima, ada
pula tanggapan untuk mempersamakan hak dari pihak penerima sebagai
semacam hak dalam cessie yang dianggap berlaku secara diam-diam yang
diterimanya dari pihak-pihak pengirim kepada pihak penerima. Sedangkan
tanggapan umum adalah: Bahwa pihak penerima adalah pihak ke 3 untuk
kepentingan diadakan perjanjian atara pihak peniriman dan pihak
pengngkut, sehingga dengan demikian pasal1317 KUH perdata mengenai
perjanjian bagi kepentingan pihak ke 3 dapat dilakukan, sekalipun secara
rill realisasinya hal ini agak “terpaksa”.
Surat
angkutan ini memuat syarat-syarat pengangkutannya seperti waktu
pengangkutan, pergantian dalam hal kelambatan dan lain sebagainya,
ditekankan lagi disini, bahwa surat angkutan ini tidak merupakan syarat
mutlak bagi adanya persetujuan pengangkutan. Surat ini ditanda tangani
oleh pihak pengirim (ekspeditur) dan disampaikan bersama-sama dengan
barangnya dengan pihak pertama, dalam hal ini maka surat tersebut
merupakan alat bukti terhadap pihak pengangkut. Dalam surat tersebut
dimuat mulai nama barang-barang yang diangkut, beratnya, ukurannya dan
keterangan-keterangan lain yang diperlukan. Catatan-catatan yang
dapat dilihat dapat dicek oleh pihak pengangkut, sedangkan mengenai
hal-hal yang tidak dapat dilihat, pihak pengangkut tdak dapat
dipertanggung jawabkan.
C. Kedudukan Hukum Pihak Pengangkut
Sebagaimana
telah diterangkan, pertanggung jawaban pihak pengangkut diatur dalam
bagian III titel 5 buku 1 pasal 91 s/d 98 KUH Dagang yang berlaku bagi
tiap-tiap pengangkutan di darat tetapi hanya mengenai pengangkutan
barang serta hanya barang-barang yang telah dipercayakan angkutannya
kepada pihak pengangkut. Dalam arti pihak pengangkut dimaksudkan pihak
eksplitan dari alat pengangkutan itu dan bukan mereka yang mengemudikan
alat-alat pengangkutanya. Disamping itu pihak eksploitan juga
bertanggung jawab terhadap bawahannya serta alat-alat materil yang
dipergunakan. Untuk ini ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 1367, 1391
dan 1613 KUH perdata berlaku.
Pertanggung
jawaban ini ditiadakan apabila hal ini semua diakibatkan karena keadaan
barang-barang itu sendiri, misalnya yang diangkut itu ikan basah dan
dalam pengangkutannya menjadi busuk atau juga disebabkan karena
kesalahan dari pihak pengirim sendiri misalnya dalam
pembungkusannya/pengepakannya yang kurang baik (pasal 91 KUH Dagang).
Adapun
mengenai jumlah penggantian yang harus dibayarkan oleh pihak
pengangkut, ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 1246 s/d 1248 KUH
Perdata dapat diperlakukan dan penggantian ini hanya meliputi
kerugian-kerugian yang benar-benar diderita dengan kemungkinan
ditambahkan keuntungan-keuntungan yang dapat diharapkan semula.
Disamping gugatan penggantian yang ditimbulkan karena adanya persetujuan
pengangkutan, dapat dilakukan pula gugatan berdasarkan perbuatan
melanggar hukum menurut ketentuan dalam pasal 1365 KUH Perdata, akan
tetapi gugatan atas dasar ini lebih berat karena adanya beban pembuktian
yang harus dipenuhi oleh pihak penggugat, berbeda dengan gugatan atas
dasar adanya wanprestatie di mana pihak penerima atau pihak
pengirim cukup menyatakan, bahwa pihak pengangkut tidak memenuhi
kewajibannya dan untuk ini beban pembuktian tidak ada pada mereka karena
hal ini menjadi beban dari pihak pengangkut.
Apabila
sebabnya adalah karena adanya kelambatan, maka hak gugatan tetap
dimiliki oleh pihak penerima. Gugatan ini hanya mengenai cacat atau
kekurangan-kekurangan yang dapat dilihat dari luar (uiterlijk zichtbaar). Dalam hal ciri-ciri tersebut itu tidak kelihatan, tidak ada alasan untuk menolak dan membayar bagi pihak penerimanya
SUMBER TULISAN :
http://gudangbelajar123.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-transportasi.html
http://waromuhammad.blogspot.co.id/2012/02/hukum-transportasi.html
SUMBER TULISAN :
http://gudangbelajar123.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-transportasi.html
http://waromuhammad.blogspot.co.id/2012/02/hukum-transportasi.html
0 komentar:
Posting Komentar